AKUTANSI SYARIAH
Assalamu'alaikum
Para Pembaca, netters
yang budiman, perkenankan kami menurunkan tulisan berikut ini yang merupakan
bagian dari serial Akuntansi Islam yang insya Allah akan kami muat secara
berkala. Tulisan berikut merupakan terjemahan dari buku karya Prof. Dr. Omar
Abdullah Zaid yang berjudul: Al itharut Tarikhi wan nazhari Lil Muhasabatil
Maaliyyah fil Mabnil Islamiy (The Historical & Theoretical Framework of
Financial Accounting for The Muslim Societies). Terjemahan ini merupakan
terjemahan murni (tanpa editing) dari buku aslinya yang berbahasa Arab. Mungkin
saja para pembaca akan mendapati hal-hal yang kurang pas dalam hal
peristilahan, hal ini dimungkinkan karena penterjemah buku ini belum menguasai
peristilahan tersebut. Namun demikian kami mencoba menyuguhkannya untuk Anda,
semoga berkenan dan bermanfaat. Untuk itu kami mohon maaf, saran dan kritik
Anda kami tunggu di redaksi@tazkia.com.
SEJARAH AKUNTANSI
DI KALANGAN NON
MUSLIM
"Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin (kamu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim" (Al Maidah: 51)
Tujuan Instruksional:
- Mengetahui peranan orang-orang Arab dalam mengembangkan akuntansi sebelum Islam, termasuk faktor-faktor penyebabnya.
- Mengetahui tentang pengaruh penemuan tulisan dalam pengembangan akuntansi.
- Mengetahui sejauh mana pengaruh orang-orang Arab sebelum Islam terhadap orang-orang yang hidup bertetangga dengan mereka di negeri Romawi dan Yunani.
- Mengetahui sistem akuntansi yang digunakan oleh orang-orang Arab di setiap negeri seperti Sumar, Babil, dan Mesir.
- Membandingkan berbagai pendapat para ahli sejarah Barat tentang hal-hal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan akuntansi secara umum, dan sistem Al Qaidul Muzdawaj (pembukuan ganda / double entry).
- Melakukan analisa kelayakan penggunaan istilah yang dikenal dengan nama "Al Qaidul Muzdawaj" jika dikaitkan dengan istilah "Thariqah Itsbat Athrafil Mu`amalah" (Sistem Pencatatan Sisi-Sisi Transaksi).
- Menarik kesimpulan peran para ahli sejarah Eropa sebelum Pacioli secara umum dan Al Mazindarani secara khsusus dalam pengetahuan Pacioli.
- Analisa studi peradaban Islam secara umum dan Andalusia secara khusus terhadap kebangkitan Eropa secara umum dan Itali secara khusus.
- Membuat suatu ketetapan apabila Itali adalah tempat tumbuhnya apa yang dikenal dengan nama sistem pembukuan ganda (doble entry).
- Cara penafsiran secara obyektif kekosongan masa sejarah dari sejarah akuntansi, yaitu antara tahun 500 SM. sampai tahun 1494 M., yang di dalam masa tersebut muncul buku Pacioli.
BAB I
PENDAHULUAN
Mayoritas ahli
sejarah akuntansi, seperti Sieveking, mengira bahwa akuntansi tumbuh karena
tumbuhnya serikat-serikat dagang (partnerships) (Littleton, 1933 hal. 9). Pada
hakikatnya, tumbuhnya serikat-serikat itu sebagai salah satu fenomena luasnya
perdagangan tidaklah menjadi asas dalam perkembangan akuntansi. Sebab,
tumbuhnya serikat-serikat itu termasuk yang paling baru apabila dibandingkan
dengan tumbuhnya negara itu sendiri. Sepanjang sejarah, berbagai negara seperti
negeri Babil, Fir`aun, dan Cina, telah menciptakan, menggunakan dan
mengembangkan salah satu bentuk pencatatan transaksi keuangan. Penggunaan
tersebut menyerupai apa yang sekarang dikenal dengan nama "Maskud
Dafatir" (Bookkeeping), dan bertujuan mencatat pendapatan dan pengeluaran
negara.
Sejarah Islam
menunjukkan bahwa negara Islam telah mendahului Republik Itali sekitar 800
tahun dalam menggunakan sistem pembukuan, selanjutnya salah satu sistem
pembukuan modern yang dikenal dengan nama sistem Al Qaidul Muzdawaj yang sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan negara dari satu sisi, dan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan para pedagang muslim dari sisi yang lain. Sesungguhnya pengertian
"muhasabah" (akuntansi) di negara Islam hingga pengklasifikasiannya
pada tahun 1924 --dan pengertian inilah yang harus senantiasa ada di dalam
masyarakat Islam meskipun pada saat negara Islam tidak ada lagi---berbeda
dengan apa yang ada di masyarakat lain di luar Islam. Sesungguhnya pengertian
"muhasabah" di dalam masyarakat Islam tidak sekadar masalah
pencatatan data-data keuangan, tetapi lebih sempurna dari itu.
Dengan
kehendak Allah Subhanahu Wa Ta`ala, hal ini akan kami jelaskan pada bab III,
pembahasan pertama di dalam buku ini. Tetapi secara ringkas, dapat dikatakan
bahwa muhasabah di dalam sistem Islam adalah ilmu yang menunjuk kepada
angka-angka (data). Hal ini bahwa angka-angka itu sendiri tidak memiliki arti
kecuali apabila memiliki maksud dan manfaat bagi pengunanya. Di antara yang
patut disebutkan adalah Al Qur'an tidak menunjukkan kata "muhasabah"
dengan istilah yang kita kenal sekarang, tetapi menunjukkan kandungannya lebih
dari 48 kali (Muhammad Kamal Athiyyah, 1982, hal. 44). Dengan pertolongan Allah
Subhanahu Wa Ta`ala, istilah-istilah Al Qur'an itu akan kami jelaskan pada bab
yang sesuai di dalam buku ini.
Sesungguhnya
hajat dan pengunaan negara Islam, dengan kekuasaannya yang ada di pusat maupun
di daerah, serta hajat dan pengggunaan kaum muslimin terhadap
"muhasabah" menunjukkan bahwa perkembangan muhasabah tidak lain
hanyalah hasil sistem masyarakat dan aktivitasmanusia secara bersama-sama.
Selanjutnya perkembangan muhasabah tidak terbatas pada aktivitasmanusia dalam
bidang perdagangan saja sebagaimana yang dikatakan para ahli sejarah akuntansi
Barat. Sistem masyarakat dan aktivitasmanusia ini telah tumbuh, berkembang, dan
menjadi sempurna di dalam lingkup syari`at Islam. Apabila kita perhatikan
perkembangan-perkembangan sekarang ini pada masyarakat non-Islam dan pada
pertengahan terakhir abad 20 secara khusus, akan kita dapati bahwa
perkembangan-perkembangan itu mengikuti sistem yang sama dengan sistem yang
dilalui oleh perkembangan muhasabah pada masa negara Islam dengan perbedaan
prosedur sistem tersebut. Sebab, perkembangan akuntansi pada saat sekarang ini
di negera-negara non-Islam hanyalah terpengaruh dan senantiasa terpengaruh
dengan perkembangan-perkembangan baru di dalam undang-undang umum (cammon law)
dan berpengaruh terhadap kebutuhan-kebutuhan pribadi dalam bidang perdagangan,
yang hal ini berbeda sesuai dengan perbedaan kemampuannya dan sarana pekerjaan
yang digunakannya. Semuanya ini terpengaruh dengan sistem negara dan
kebutuhan-kebutuhannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sementara itu
kita dapati orang-orang Barat membedakan antara akuntansi dan bookkeeping,
sedangkan negara Islam dan masyarakat Islam menggunakan kata akuntansi dalam
bentuk yang lebih sempurna, di dalamnya meliputi pengertian bookkeeping dan
juga pengertian akuntansi dan musa'alah (pertanggungjawaban )
Syari`at Islam
dan tuntutan-tuntutannya termasuk faktor yang mengantarkan kepada perkembangan
akuntansi di negara Islam. Sebenarnya, sebagian ahli sejarah non muslim
menyangkal pendapat yang mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
akuntansi terjadi di Repbulik Itali pada abad XV, namun mereka tidak menentukan
dimana tempat pertumbuhan dan perkembangan akuntansi yang sebenarnya.
Barangkali mereka dapat dimaklumi, karena mereka tidak mengetahui hakikat Islam
dan tuntutan-tuntutannya dari satu segi, dan dari segi lain mereka tidak
memiliki data dan bukti-bukti serta tidak melakukan penelitian di dalam
masyarakat Islam. Di antara para ahli sejarah yang menyangkal pendapat tersebut
adalah Have, dia berkata: "Perkembangan akuntansi tidaklah terjadi di
Republik Itali kuno, tetapi yang terjadi adalah Itali mengetahui tentang
akuntansi dan ilmu itu sampai kepada mereka dari bangsa lain". (1976, hal.
13).
Hal ini sangat
memungkinkan, bahkan benar berdasarkan apa yang kami temukan. Sebab, kaum
muslimin Arab sebelum abad X Masehi, melaksanakan pelayaran ke pantai-pantai
Arab, India, dan sampai ke Itali membawa barang dagangan yang tidak dikenal di
Eropa pada saat itu". (Ibid).
Apabila kita
perhatikan sejarah akuntansi dan yang ditulis oleh non muslim sampai sekarang,
dan diikuti oleh mayoritas kaum muslimin tanpa meneliti lagi, kita lihat bahwa
di sana ada penekanan pada dua masa; pertama, masa sebelum berdirinya negara
Islam. Kedua, masa yang awalnya bersamaan dengan berakhirnya abad XV dengan
munculnya buku Pacioli yang di dalamnya terdapat satu bab khusus tentang
akuntansi. Dengan demikian, mereka mengabaikan masa sejak munculnya Islam dan
hingga tahun 1494 M. yaitu tahun munculnya buku Pacioli. Masa ini merupakan
mata rantai yang hilang. Kami tidak bermaksud menuduh jelek dengan mengatakan
bahwa masa ini telah dilalaikan secara sengaja, tetapi kami mengatakan,
"Barangkali, masa ini telah dilalaikan karena mereka tidak memiliki ilmu
dan jahil tentang Islam serta tuntutan-tuntutannya dari satu sisi, dan dari
sisi lain mereka jahil pula terhadap bahasa Arab".
Berdasarkan
ini semua, maka ditinjau dari aspek historis, kami membagi pembahasan ini
menjadi dua bagian (bab); yaitu Bab pertama membahas tentang "Sejarah
Akuntansi di Kalangan Non Muslim" dan Bab dua membahas tentang
"Sejarah Akuntansi di Negara Islam". Semoga Allah Subhanahu Wa Ta`ala
memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua.
BAB II
SEJARAH AKUNTANSI
DI KALANGAN
ORANG-ORANG ARAB
SEBELUM ISLAM
Sejarah Akuntansi di Kalangan
Orang-Orang Arab Sebelum Islam
Ketika
berbicara tentang sejarah akuntansi di kalangan orang-orang Arab, maka yang
kami maksudkan adalah masa yang berakhir dengan hijrahnya Rasulullah
shallallahu `alaihi wasallam, dari Makkah ke Madinah tahun 622 M, yang setelah
itu dimulailah sejarah Islam. Pada masa sebelum berdirinya negara Islam, bangsa
Arab terpecah-pecah, tidak disatukan oleh satu sistem politik, kecuali tradisi
kekabilahan yang dominan. Sekalipun demikian, mereka memiliki pasar-pasar dan
tempat-tempat aktivitas perdagangan di dalam negeri maupun di luar negeri, yang
tercermin dalam dua perjalanan di musim dingin dan di musim panas, yaitu ke
negri Syam dan ke negeri Yaman.
Nubuwwah Rasul
Muhammad shallallahu `alaihi wasallam berawal pada tahun 609 M., dan beliau
selama tiga belas tahun tinggal di Makkah sampai berhijrah ke Madinah pada
tahun 622 M. Dengan hijrahnya Rasul Muhammad shallallahu `alaihi wasallam dari
Makkah ke Madinah, mulailah tahun Hijriyah menjadi kalender Islam yang
didasarkan pada peredaran bulan, sedangkan kalender Masehi berdasarkan pada
peredaran matahari.
Kehidupan
bangsa Arab di negeri antara dua sungai pada masa lampau telah mencapai tingkat
kehidupan yang makmur. Hal ini berpengaruh terhadap akuntansi yang ada di
kalangan orang-orang Arab, yaitu konstruksi kehidupan sosial di negeri Rafidin
atau yang dikenal dengan nama negeri antara dua sungai (Mathews dan Perera,
1991, hal. 11) mulai berbuat untuk melayani kebutuhan-kebutuhan mereka dalam
bidang perdagangan dan industri yang maju pada saat itu. Ensiklopedi Britanian
menunjukkan bahwa negeri Rafidin juga dikenal dengan nama Jaziratul Arabiyah.
Antara tahun 4500 SM .sampai tahun 500 SM., kehidupan di negeri antara dua
sungai mencapai tingkat kehidupan yang tinggi karena tanahnya subur di satu
sisi, dan di sisi yang lain karena kemajuan dalam bidang pekerjaan dan
industri, seperti industri batu bata, pewarnaan pakaian, pertukangan, dan
penukaran uang (Chatfield. 1968, hal. 12). Negeri antara dua sungai atau negeri
Rafidin meliputi wilayah Akkad di Utara dan Sumar di Selatan. Wilayah-wilayah
tersebut memiliki berbagai peradaban seperti peradaban Sumariyah kuno milik
orang-orang Sami, kemudian peradaban Asyuriyah Babiliyah, dan Kildaniyah.
Sebagian besar negeri antara dua sungai itu menjadi wilayah Iraq, sebagian
kecil menjadi wilayah Iran, dan sebagian lagi menjadi wilayah Suriah
(Chatfield, 1968, hal. 12). Peradaban di negeri antara dua sungai ini telah sampai
pada tingkat memaksakan bahasanya ke dunia, sehingga bahasa mereka menjadi
bahasa populer dalam perdagangan dan politik di dunia, dan Babilonia menjadi
pusat jalinan perdagangan di timur (Brown, 1968, hal. 16-17).
Kemajuan dalam
bidang perdagangan, industri, keuangan, dan jasa sebagaimana yang dikenal pada
waktu itu di belahan dunia Arab menjadikan keberadaan sarana untuk mencatat apa
yang terjadi sebagai sesuatu yang urgen. Sarana tersebut adalah berupa tulisan.
Ustadz Mahmud Syakir menerangkan bahwa orang-orang Arab-lah yang menemukan
tulisan pada tahun 3200 SM., (1991, hal. 6). Penemuan tulisan ini berimplikasi
pada terjadinya perubahan mendasar dalam kehidupan manusia untuk suatu masa
karena telah membantu untuk mencatat dan menukil pengetahuan serta pemikiran-pemikiran.
Salah seorang peneliti Barat berkata bahwa manusia ini berhutang budi kepada
penduduk antara dua sungai karena mereka telah menemukan tulisan. (Chatfield,
1968, hal. 16). Ustadz Mahmud Syakir tidak menentukan di negeri Arab bagian mana
tulisan itu ditemukan, tetapi Chatfield menyebutkan bahwa tempat itu di negeri
Rafidin.
Tetapi, Ibnu
Khaldun menyebutkan bahwa tulisan telah berpindah dari Yaman ke Iraq, karena di
sana terdapat tulisan yang bernama Al Khaththul Himyari, lalu dari Iraq berpindah
ke Hirah" (hal. 463). Ibnu Khaldun menambahkan, "orang-orang Himyar
memiliki tulisan yang dinamakan Al Musnad, huruf terpisah dan mereka melarang
untuk mempelajari tulisan itu kecuali atas izin mereka. Dari Himyar, Mesir
mempelajari tulisan Arab" (Hal. 464).
Kemajuan dalam
bidang perdagangan dan sosial serta keterkaitannya dengan penemuan tulisan
dalam kapasitasnya sebagai sesuatu yang urgen yang sangat dibutuhkan oleh
keadaan pada saat itu, mendorong salah seorang peneliti untuk mengatakan bahwa orang-orang
Finiqiya pernah menggunakan huruf paku yang pernah digunakan di negeri Rafidin,
namun setelah itu mereka menemukan huruf-huruf khas mereka yang kemudian
digunakan oleh orang-orang Yunani. Huruf-huruf Finiqiya ini memiliki karakter
tersendiri, menarik, ditulis dari arah kanan ke kiri. (Britanica, vol. 9; hal.
392). Pada hakikatnya, tulisan sejak ditemukan dan untuk masa yang cukup lama
hanya digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran gudang. Hal ini
membuat timbulnya suatu ungkapan bahwa tulisan ditemukan "not to write
book but to keep books" (American Institute of Ceritifield Public
Accountants, 1970, hal. 1). Selanjutnya dapat dikatakan bahwa perkembangan dan
kemajuan dalam bidang perdagangan dan sosial berimplikasi pada penemuan tulisan,
dan tulisan dengan perannya berimplikasi pada peletakan batu fondasi bagi
akuntansi. Semuanya ini terjadi di wilayah tersebut yang merupakan bagian dari
dunia Arab. Dan tidak mustahil hal seperti itu terjadi pula di wilayah-wilayah
yang lain dari dunia Arab, di samping negeri antara dua sungai. Namun sampai
sekarang, berbagai ekskavasi tidak menunjukkan hal itu, atau dalam bentuk yang
lebih rinci lagi tidak ada seorang pun yang mempelajari ekskavasi-ekskavasi itu
dari segi perdagangan dan akuntansi, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan
Yaman dan masa-masa keemasan yang dialaminya.
Tulisan
Sumariyah termasuk bentuk tulisan yang terdahulu secara umum, karena tulisan
Mishriyah (Mesir) muncul setelah itu. Kedua bentuk tulisan itu, yaitu Sumariyah
dan Mishriyah terbentuk dari rumus-rumus sesuatu dan dikenal dengan nama
pictographic yaitu tulisan dalam bentuk gambar (Chatfield, 1968, hal. 16).
Demikian pula
buku-buku akuntansi yang digunakan di Sumar dan Babilonia, yang sifatnya
mengandung hitungan-hitungan berimbang (neraca), menurut pemikiran James dan
Snyder mungkin dikategorikan sebagai sistem Sumariyah untuk sistem Al Qaidul
Muzdawaj (Double Entry Bookkeeping) .. (Snell, 1982, hal. 53). Sementara itu
kami lebih mengutamakan penggunaan nama "Thariqah Itsbat Athrafil
Mu`amalah" sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti.
Penduduk
negeri antara dua sungai telah menggunakan papan tulis tembikar yang
bertuliskan dengan huruf paku untuk mencatat hitungan-hitungan mereka. Meskipun
sederhana, itu sudah cukup dan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka dalam
bidang perdagangan dan sosial. Babilonia telah dikenal dengan
pekerjaan-pekerjaan penukaran uang sejak masa yang tidak dikenal sampai abad IV
SM. (Brown, 1968, hal. 18)
Sudah tentu
orang-orang Babilonia dan Asyuria tidak mengatur dan memelihara
hitungan-hitungan mereka dengan cara yang digunakan pada masa kita sekarang ini
atau cara yang mendekati hal itu. Tetapi, sistem yang mereka gunakan dalam
mengatur urusan keuangan serta mencatat dan memelihara hitungan-hitungan mereka
telah memberikan andil dalam perkembangan yang terjadi pada masa berikutnya di
tempat lain di dunia Arab, kemudian di dunia Islam. Di antara yang patut
disebutkan adalah papan tulis tembikar Sumariyah dan Babiliyah yang diungkap
oleh berbagai ekskavasi telah menjelaskan tujuan gudang-gudang umum dan
tempat-tempat ibadah, di samping menjelaskan tentang adanya sistem akuntansi
dalam penggajian dan pengupahan tentara Romawi, dan berbagai tingkatan gaji dan
upah tersebut.
Apabila kita
memperhatikan tempat lain di dunia, kita akan menemukan peradaban Mesir yang
termasuk paling baru dibandingkan dengan peradaban-peradaban yang dikenal di
negeri antara dua sungai, karena peradaban Mesir dimulai sekitar tahun 500 SM.
Sudah pasti bahwa orang Arab baik yang ada di negeri antara dua sungai di Mesir
telah menemukan sistem akuntansi yang sesuai dengan lingkungan mereka pada saat
itu, dan berbeda dengan penduduk-penduduk lain. Di samping itu, orang-orang
Arab baik yang ada di negeri Rafidin atau Mesir, atau negeri Syam, di
celah-celah perdagangan mereka, telah memberikan pengaruh terhadap tetangga
mereka di bagian utara. Orang-orang Romawi dan Yunani telah mengambil manfaat
dari sistem akuntansi yang terkenal di kalangan orang-orang Arab yang ada di
negeri antara dua sungai dan Mesir. Sebab, orang-orang Romawi dan Yunani
memperhatikan pembukuan pedagang, tempat-tempat ibadah, dan negara sebagaimana
halnya orang-orang Babilonia.
Meskipun
orang-orang Yunani telah mengambil manfaat dari sistem akuntansi yang terdahulu
yang dikenal di kalangan tetangga mereka orang-orang Arab pada saat itu, mereka
pun secara bertahap memulai mengembangkan sistem akuntansi yang khusus bagi
mereka. Yang mendukung mereka dalam hal ini adalah penemuan mata uang sekitar
tahun 630 SM. Namun, pengembangan mereka terhadap sistem akuntansi khusus
mereka ini memiliki karakter umum, karena perhatian mereka didasarkan pada
pengungkapan kesalahan-kesalahan tanpa adanya efektifitas dan mereka
memperhatikan akuntansi sebagai sarana untuk membantu pengambilan keputusan
atau mengukur efektifitas, atau mengukur keuntungan yang dipastikan. Pada waktu
selanjutnya, orang-orang Romawi mengambil sistem akuntansi ini dari orang-orang
Yunani.
Tujuan dari penggunaan
akuntansi di kalangan orang-orang Arab adalah untuk mengukur keuntungan.
Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai munculnya negara Islam pada tahun
1 H. atau 622 M. Adapun akuntansi sebagai sarana pembantu dalam pengambilan
keputusan belumlah difungsikan sampai munculnya negara Islam. Bagi orang-orang
Arab pra Islam, perhitungan keuntungan dilakukan dengan cara mengetahui
kelebihan pada modal murni antara awal dan akhir (saldo akhir) masa
perdagangan. Bagi orang-orang Arab Hijaz, keuntungan dihitung dua kali:
pertama, setelah perjalanan dagang ke Yaman pada musim dingin, dan kedua
setelah perjalanan dagang ke Syam pada musim panas. Tampaknya, karena minimnya
bukti-bukti yang ada yang menjelaskan tentang sejarah akuntansi di dunia Arab
seperti Babilonia, orang-orang Arab pra Islam tidak memberikan perhatian
terhadap pencatatan penemuan-penemuan mereka dan perkembangan kehidupan mereka.
Tidak adanya perhatian terhadap pencatatan perkara-perkara tersebut kembali
kepada tabiat orang-orang Arab dalam mentransfer pengetahuan. Mereka
menyebarkan pengetahuan kepada para generasi secara lisan, dari orang ke orang.
Orang-orang Arab memiliki keistimewaan dalam hal kekuatan hafalan dan daya
tangkapnya. Hal seperti ini terus berlangsung sampai pada awal masa Islam.
Namun, dengan tumbuhnya negara Islam, hal ini mengalami perubahan yang cepat,
karena pencatatan penemuan-penemuan dan ilmu mulai mengambil perannya, yaitu
berawal dari pencatatan hadits-hadits Rasulullah Muhammad shallallahu `alaihi
wasallam.
Sejarah Akuntansi Di Negara
Islam
Katakankanlah,”Apakah
akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi,
padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ katakanlah, Sesungguhnya aku
diperintahkan supaya aku menjadi orang yang pertamakali menyerah diri (kepada
Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik.’” (Al
An’am:14)
Sesungguhnya
sejarah akuntansi, sebagaimana yang ditulis oleh para ahli sejarah Barat dan
menurut apa yang kami kemukakan di bab I, menunjukkan bahwa akuntansi secara
umum atau apa yang dinamakan dengan sistem doubele entry secara khusus tumbuh
dan berkembang di Eropa, yaitu di Republik Itali. Di antara referensi yang
dapat dilihat, baik yang berbahasa Arab maupun yang berbahasa Inggris, tidak
kami dapati penyebutan apa pun tentang apa yang terjadi di negara Islam. Boleh
jadi, pengabaian peran negera Islam dalam pengembangan akuntansi karena
disengaja atau karena ketidaktahuannya. Sesungguhnya kita semua mengetahui
dengan baik peran yang dimainkan oleh negara Islam dalam pengembangan berbagai
ilmu dan seni. Hal ini mencakup akuntansi keuangan.
Dengan izin
Allah Tabaraka Wa Ta’ala, dalam bab ini, kami akan menjelaskan sejarah
perkembangan akuntansi di dunia Islam, yaitu akan kami jelaskan dalam
pembahasan pertama, sehingga pembaca mengetahui mata rantai sejarah akuntansi
yang lepas itu. Kami juga akan menjelaskan faktor-faktor penyebab perkembangan
akuntansi di negara Islam, dalam pembahasan kedua. Kita mohon kepada Allah
semoga Dia memberikan pertolongan dan taufik-Nya kepada kita.
Kronologi Perkembangan
Akuntansi Di Dunia Islam
Vangermeersch
memandang bahwa tempat tumbuhnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double
entry) masih diperdebatkan. (Berton, 1933, hal.1). Hal ini berarti bahwa dia
tidak menerima bahwa tempat tumbuhnya sistem tersebut di Republik Itali. Dia
beralasan bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam buku-buku
akuntansi, yang merupakan suatu metode untuk memilah-milah data sesuai dengan
kaidah-kaidah khusus yang telah dikenal secara umum (Have, 1976, hal. 5--6).
Berdasarkan hal tersebut, sebagian peneliti memandang bahwa masih diragukan,
sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam bentuk yang kita kenal sekarang ini
atau yang mendekati hal itu telah dipraktikan secara meluas pada abad XIV (Weis
and Tinuis, 1991, hal. 54), yakni mereka meragukan adanya praktik tersebut
secara meluas di Itali pada abad XIV, terutama Pacioli hanya menyebutkan adanya
praktik secara meluas tanpa menentukan tempatnya. Keraguan ini pada
kenyataannya beralasan. Alasan pertama, yaitu kosongnya masa sejarah dari
sejarah akuntansi, yaitu masa yang terjadi antara lenyapnya negeri antara dua
sungai dan negeri Mesir di dunia Arab sampai abad XV secara umum.
Secara khusus,
ketika Pacioli menyebarkan bukunya yang mengandung satu bab tentang akuntansi,
yaitu pada tanggal 10 Nopember 1494 M. Kekosongan ini hampir mendekati dua ribu
tahun. Alasan kedua, yaitu penggunaan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi
secara luas tidak diragukan lagi mengharuskan adanya suatu praktik kerja dan
pusat-pusat pelatihan yang mampu mencetak pribadi-pribadi yang ahli dan mampu
menggunakan sistem ini secara luas. Pada kenyataannya, pusat-pusat pelatihan
semacam itu tidak ada di Itali, kecuali pada akhir abad XVI, yaitu setelah
kurang lebih dua abad dari munculnya buku Pacioli. Pusat pelatihan para akuntan
yang pertama di Itali didirikan di kota Venice pada tahun 1581 M., dan dikenal
dengan nama Colege of Accountans. Setelah para peserta studi menerima ilmu dari
lembaga tersebut, mereka diharuskan untuk berlatih (praktik kerja) di
kantor-kantor akuntan yang telah teruji selama enam tahun, setelah itu, mereka
diuji sebelum dapat mempraktikkan profesi akuntansi secara mandiri. (American
Institute of Certified Accountants, 1970, hal.3) Demikian pula praktik kerja
belum memiliki wujud yang diperhatikan sebelum munculnya buku Pacioli. Hal ini
kembali pada keterbelakangan ilmu yang dialami Eropa pada saat itu, yang
dikenal dengan masa kegelapan.
Di antara yang
patut diperhatikan adalah Pacioli menyebutkan di dalam bukunya bahwa sistem
pencatatan sisi-sisi transaksi telah ada sejak masa yang lama (Murray, 1930,
hal. 16), tetapi ia tidak menyebutkan sejak kapan dan di mana sistem ini telah
ada sejak lama. Apakah hal itu di dalam Republik Itali pada saat itu, ataukah
di tempat lain. Demikian juga salah seorang peneliti, De Rover, berpendapat
bahwa bab yang terdapat di dalam buku Pacioli tentang akuntansi hanyalah suatu
bentuk nukilan dari apa yang ada pada saat itu beredar di antara para murid dan
guru di sekolah aritmetika dan perdagangan (Venetian Schole) atau dalam bahasa
Inggris Schools of Commerce and Arithmetic. Dengan demikian, Pacioli hanyalah
penukil (Transcriber ) atau pencatat terhadap apa yang beredar pada saat itu
(Chatfield, 1968, hal. 45).
Sesungguhnya
ucapan ini tampak diterima oleh akalnya, namun terganjal oleh adanya hubungan
antara para pedagang muslim dan para pedagang Itali. Tetapi, pertanyaan yang
muncul adalah: Siapakah yang menemukan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi?
Di mana hal itu? Dan bagaimana sistem ini bisa beralih ke tangan orang-orang
Itali?
Mungkin dapat dikatakan bahwa
pada saat Eropa hidup pada masa kegelapan, kaum muslimin telah menggunakan
akuntansi dan ikut andil dalam mengembangkannya. Sementara itu, peradaban Islam,
dalam pertumbuhan dan perkembangannya, berdiri di atas asas kebahagiaan manusia
melalui hal-hal yang sesuai dengan syari’at Islam dan hal-hal yang dapat
merealisasikan bagi manusia integrasi antara tuntutan-tuntutan spiritual dan
tuntutan-tuntutaan material. Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah
Ta’ala:
“Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al Qashash :77).
Orang-orang
Arab, terutama di Makah, kemudian kaum muslimin setelah itu, menggunakan
akuntansi untuk menentukan keuntungan dengan mengukur kelebihan yang ada pada
aset mereka. Peradaban Islam selamanya telah disifati sebagai peradaban Arab.
Tampaknya, hal ini dikarenakan kaum musliimin menggunakan bahasa Arab, yang merupakan
bahasa AlQur’an. Di samping itu,karena orang-orang Arab adalah para pedagang
yang tangguh di Eropa, Afrika, dan Asia. Pada hakikatnya, peradaban yang
dikenal oleh masa Islam adalah bersumber dari Islam, dan pembangunnya adalah
kaum muslimin.
Peradaban
Islam ini, dengan segala karakter, arah pandang, dan sumbernya, berbeda dengan
seluruh peradaban sebelumnya dan yang sesudahnya. Oleh karena itu merupakan
suatu kesalahan, mengatakan bahwa ia adalah peradaban Arab. Ia adalah peradaban
Islam yang belum pernah ada bandingannya di dunia ini, sebelum dan sesudahnya.
Di samping itu, Islam menolak fanatisme golongan, maka orang-orang yang ikut
andil dalam membangun peradaban Islam bukan saja orang-rang Arab. Bahkan,
banyak dari ilmu yang ditemukan dan dikembangkan oleh kaum Muslimin non-Arab.
Dengan demikian tidak boleh menyandarkan peradaban Islam kepada orang-orang
Arab saja atau kepada kelompok tertentu selain mereka. Kaum muslimin memiliki
pengaruh yang besar terhadap orang-orang yang dijumpainya dari berbagai macam
bangsa, melalui perjalanan dagang mereka. Sebagai contoh kami sebutkan pengaruh
para pedagang Yaman terhadap orang Indonesia dan Malaysia, yakni mereka itu
berpindah agama, dari Budha ke Islam.
Demikian pula,
banyak orang-orang Eropa yang mengunjungi dunia Islam terpengaruh dengan apa
yang mereka rasakan di negeri Islam. Banyak di antara mereka yang masuk Islam
ketika mereka merasakan kekuatan pendorong yang merubah orang-orang badui yang
memeluk Islam menjadi ulama’ dan pemimpin. Sebagian peneliti telah merasakan
pengaruh peradaban Islam dan kaum muslimin terhadap dunia, yakni salah seorang
dari mereka mengatakan bahwa para pedagang Itali telah menggunakan huruf-huruf
Arab (Have, 1976, hal. 33), di samping angka-angka Arab juga.
Di samping
itu, sebagian penulis memandang bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi
yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) telah dikenal oleh
penduduk dahulu, dan sistem ini tersebar di Itali melalui perdagangan. Demikian
pula bahwa di sana terdapat beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa
orang-orang terdahulu telah mencatat pemasukan dan pengeluaran tunai pada
lembaran-lembaran yang berhadapan dengan sistem debet dan kredit. (Heaps, 1985,
hal. 19--20). Tidak diragukan lagi, mereka itu adalah orang-orang Arab
terdahulu sebelum Islam, di Babilonia, Mesir, lalu di Hijaz, setelah itu
diikuti oleh kaum muslimin. Demikian pula perkataan peneliti ini bahwa sistem
pencatatan sisi-sisi transaksi telah tersebar di Itali melalui perdagangan,
yang dimaksudkan adalah melalui kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin pernah
menjalin hubungan dagang yang kuat dengan orang-orang Itali; dan tidak ada
seorang pun yang mendahului mereka dalam melakukan hal itu, sejak Eropa keluar
dari masa kegelapan. (bersambung)
Tahun 1202 M
adalah tahun dimasukkannya angka-angka Arab dan aritmetika--yang keduanya
ditemukan oleh kaum muslimin--ke Eropa, yaitu melalui buku yang ditulis oleh
Leonardo of Pisa Putra Bonnaci (Fibonnaci) yang banyak melakukan perjalanan ke
dunia Arab. (Brown, 1968, hal.11). Tentu saja, hal ini bukan berarti akuntansi
tidak sampai ke Itali melalui para pedagang muslim, sebelum tahun 1202 M.
Sebab, sangat memungkinkan, hubungan dagang dan akibat yang ditimbulkannya
seperti adanya hubungan cinta kasih antara kaum muslimin dan orang-orang orang
Itali telah membuka jalan bagi penggunaan angka-angka Arab dalam skala yang
terbatas, sehingga buku Leonardo of Pisa mendapatkan sambutan yang baik ketika
terbit.
Buku Leonardo
of Pisa memuat bab-bab tentang aritmetika yang menjelaskan cara penjumlahan,
pengurangan, menentukan harga, barter dan persekutuan-persekutuan terutama yang
serupa dengan Syirkah Tadlamun. Buku ini mendapatkan perhatian besar dari para
pedagang, karena menyajikan cara baru penomoran dari satu sampai sepuluh. Cara
ini tidak akan disajikan kepada orang-orang Eropa di Itali kecuali setelah
nyata berhasil penerapannya di negara Islam di sisi penemunya, kaum muslimin. Dengan
sistem ini, masalah-masalah akuntansi yang dihadapi oleh para pedagang pada
saat itu berhasil diselesaikan. Secara umum, bahasa Arab adalah bahasa yang
populer di dunia Islam. Sebagian wilayah Islam bahasanya bukan bahasa Arab,
namun bahasa mereka ditulis dengan huruf-huruf Arab. Sebagian studi menunjukkan
bahwa huruf-huruf Arab digunakan dalam 39 bahasa selain bahasa Arab, di Asia.
Afrika dan Eropa.
Di antara
bahasa-bahasa Asia yang menggunakan hurup Arab adalah bahasa Turki, Parsi,
Azerbaijan, Kurdi, Afganistan, Hindustan, Kashmir, Punjab, Urdu, Tamil, India,
Usbek, Jawa, Sunda, Melayu, Sulawesi dan Indonesia. Adapun bahasa-bahasa Afrika
yang ditulis dengan huruf-huruf Arab antara lain : Qubataliyah, Syalhaniyah,
Sawahiliyah, Bumbariyah, Fulaqiyah, Susatiyah, Ghambiyah, dan Fayarijiyah.
Sedangkan di Eropa, bahasa yang menggunakan huruf Arab antara lain: Sanukan,
Qazan, dan Qumnuk (Hawaditus Sa’ah, 1995, No. 52). Sebagaimana telah dikatakan,
orang-orang Eropa dan orang-orang Amerika mengkaitkan peradaban Islam dengan
orang-orang Arab boleh jadi dikarenakan orang-orang Arab menjadi pelopor dalam
penyebaran agama Allah, Islam. Di samping menyebarkan agama Allah, mereka juga
menyajikan peradaban mereka yang tumbuh dan berkembang dari celah-celah Islam. Di
antaranya adalah perdagangan, dan ilmu-ilmu yang lain.
Hal ini
ditegaskan oleh salah seorang peneliti bahwa orang-orang Arab yang datang dari
timur ke Eropa telah membawa dagangan mereka yang bermacam-macam, berbagai
penemuan mereka dalam ilmu pengetahuan, dan matematika. (Woolk, 1912, hal. 54).
Peradaban
Islam telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan-tuntutan syari’at
Islam yang berasaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah. As Sunnah mengandung
seluruh ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Muhammad bin Abdillah
shallahu `alaihi wasallam, sebagaimana yang dihafal oleh para sahabat
ridlwanullah ‘alaihim. Sangat disayangkan, kita dapati sebagian penulis dari
kalangan non Islam tidak berusaha memahami Islam secara benar, dan
mengulang-ulang pendapat yang tidak sesuai dengan kedudukan ilmiah mereka tanpa
memikirkan hasil dari apa yang mereka tulis. Di antaranya adalah definisi yang
mereka kemukakan tentang Rasul Muhammad shallallahu `alaihi wasallam, yaitu
seorang pemimpin yang di dalam tulisan-tulisan sastranya memberikan banyak
pengetahuan dan hikmah kepada para pengikutnya. (Haskins, 1900, hal. 11).
Dengan
definisi tersebut, mereka mempunyai maksud bahwa Al Qur'an bukan dari sisi
Allah. Salah satu penelitian modern yang dilakukan oleh salah seorang peneliti
Muslim bersama para peneliti Barat menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin
dipetik dari Islam dalam pengembangan akuntansi dan kerangka perdagangan tidak
dapat diambil manfaatnya, setelah dilakukan penelitian yang mendalam.(Hamid et
al, 1993, hal 132).
Hal ini
menunjukkan bahwasanya sangat mendesak, kebutuhan untuk memberikan pemahaman
kepada orang-orang non muslim, terutama para pemikir mereka, tentang hakikat
Islam dan apa saja yang dapat dipersembahkan kepada manusia, di samping apa
yang telah dipersembahkan kepada mereka melalui berbagai ilmu pengetahuan yang
dijadikan asas oleh orang-orang Barat dalam meraih kemajuan ilmu pengetahuan
mereka.
Di antara
karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di
negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang
ditulis pada tahun 765 H./1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis
muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul
“Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan
Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip
dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara
Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa
yang digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula
bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah,. Buku ini telah ditulis kurang
lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk
buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi
(double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di
cetak dan belum diterbitkan (bersambung)
Al Mazindarani
berkata bahwa ada buku-buku--barangkali yang dimaksudkan adalah
manuskrip-manuskrip--yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer
pada saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul
:"Risalah Falakiyah Kitab As Sayaqat". Dia juga mengatakan bahwa
secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dalam menulis
buku "Risalah Falakiyah" tersebut.
Dalam bukunya
yang masih dalam bentuk manuskrip itu, Al Mazindarani menjelaskan hal-hal
beriktu ini:
- Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi.
- Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan.
- Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan.
Menurut Al
Mazindarani, sistem-sistem akuntasni yang populer pada saat itu, yaitu pada
tahun 765 H./1363 M. antara lain:
- Akuntansi Bangunan.
- Akuntansi Pertanian.
- Akuntansi Pergudangan
- Akuntansi Pembuatan Uang.
- Akuntansi Pemeliharaan Binatang.
Al Mazindarani
juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yang populer pada saat itu dan
kewajiban-kewajiban yang harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan pembukuan
yang disebutkan oleh Al-Mazindarani adalah sebagai berikut:" Ketika
menyiapkan laporan atau mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dengan
basmalah, "Bismillahir Rahmanir Rahim". Jika hal ini yang dicatat
oleh Al Mazindarani pada tahun 765 H./1363 M., maka hal ini pula yang disebut
oleh penulis Itali, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata, "harus
dimulai dengan ungkapan "Bismillah'." (Brown and Johnson, 1963, hal.
28)
Salah seorang
penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah digunakan di
negara Islam, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apa pun, maka harus diberi garis pembatas, sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.
- Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil.
- Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.
- Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar, dan hati-hati dalam menggunakan kata-kata.
- Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kepada kantor. Demikian pula seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran sebesar 1300 dinar, sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku bandingan dengan saldo buku-buku yang lain, dan saldo-saldo bandingannya yang ada di kantor.
- Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut.
- Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.
- Harus mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan karakternya dalam kelompok-kelompok yang sejenis, seperti mengelompokkan dan mencatat pajak-pajak yang memiliki satu karakter dan sejenis dalam satu kelompok.
- Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber-sumber pemasukan-pemasukan tersebut.
- Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran-pengeluaran tersebut.
- Ketika menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya.
- Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi-transaksi sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi-transaksi yang sejenis itu saja.
- Harus memindahkan transaksi-transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang berdiri sendiri, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku harian dan buku-buku yang lain.
- Setelah mencatat dan memindahkan transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan laporan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya serta pengalokasiannya. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 163--165)
Kalau kita
perhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa
dengan apa yang digunakan sekarang, terutama poin 9 dan 10. Sebelumnya telah
disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu
mencatat pemasukan dan pengeluaran pada dua halaman yang berhadap-hadapan,
dengan sistem debet dan kredit. (Heaps, 1985, hal. 19--20). Sesungguhnya
pelaksanaan pembukuan yang telah disebutkan di sini secara umum, khususnya poin
9 dan 10, menggambarkan bentuk tertentu yang memberikan andil dengan suatu
sistem atau dengan yang lain dalam pengembangan sistem pencatatan sisi-sisi
debet di sebelah kiri dan sisi-sisi kredit di sebelah kanan, baik dalam satu
halaman maupun dua halaman yang berhadap-hadapan.
Di samping apa yang telah disebutkan di atas,
perkembangan akuntansi mencakup penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam
telah mengenal laporan keuangan tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah
dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi yang digunakan. Di antara laporan
keuangan yang terkenal di negara Islam adalah Al-Khitamah dan Al Khitamatul
Jami'ah. Al Khitamah adalah laporan keuangan bulanan yang dibuat pada setiap
akhir bulan. Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran yang sudah
dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan.
Sedangkan Al-Khitamatul Jami'ah adalah laporan keuangan yang dibuat oleh
seorang akuntansi untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya.
Apabila Al-Khitamatul Jami'ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut,
maka laporan itu dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami'ah
tidak disetujui karena adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al
Khitamatul Jami'ah, maka ia dinamakan Muhasabah (akuntansi) saja. (Muhammad Al
Marisi Lasyin, 1973, hal. 138)