LIMA BELAS (15) TANTANGAN FUNDAMENTAL PERGERAKAN ISLAM ABAD 21


15 TANTANGAN FUNDAMENTAL PERGERAKAN ISLAM
ABAD 21: INDIKASI DAN SEBAB RESESI
POLITIS PERGERAKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

Pada beberapa tahun terakhir, perjalanan pergerakan Islam di dunia Arab, Islam dan Barat telah mengalami resesi dan kemunduran. Yaitu kemunduran aktifitas politik yang berkonotasi reformatif dan perubahan. Kita masih ingat bahwa sebelum dua dekade yang lalu, di mana pergerakan Islam mengalami kemajuan dan pertumbuhan yang pesat. Para penulis menjelaskan faktor dan variablenya serta menganalisa sebab-sebab ril hal tersebut. Dan sekarang, setelah kemajuan dan pertumbuhan yang dialaminya, pergerakan ini menghadapi kondisi resesi politis seperti layaknya fenomena yang dialami institusi sosial lainnya. Maka sesungguhnya para analis terpanggil untuk mendiskusikan faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan resesi ini dengan melemparkan berbagai pertanyaan sekitar indikator-indikator yang mencuat ke permukaan. Hal itu dilakukan dengan menganalisa fenomena yang ada dan sebab-sebab berkurangnya produktifitas dan prestasi politis jama'ah-jama'ah, serta pergerakan-pergerakan yang mengangkat simbol-simbol proyek besar Islami yang berupaya untuk merealisasinya. 

A.      FENOMENA ERA 70-AN HINGGA KINI 
Kalau pada tahun 70-an dan 80-an sampai awal 90-an, banyak yang penulis menawarkan berbagai konsepsi dan pandangan internal pergerakan Islam yang berupa evaluasi dan introspeksi. Setelah jelas indikasi kemunduran, mereka terpanggil untuk terus melanjutkan penulisan ini ke arah yang lebih mendalam dan dengan standar yang lebih spesifik serta lebih terang-terangan. Bahkan mungkin dapat dikatakan bahwa karya-karya tersebut telah menjadi sebuah keharusan zaman. Karena sesungguhnya aktifis yang penuh pengalaman dan kematangan empiris harus merenungkan bagaimana agar pergerakan yang bermula dalam satu momen untuk dapat menjalankan tugas umatnya dalam mewujudkan reformasi dan perubahan. Karena umat memandang bahwa pergerakan adalah jembatan untuk melampau krisis peradaban vis-à-vis proyek Zionis dan tantangan Barat di satu sisi, serta kediktatoran dan otorianisme penguasa di sisi lain.  Tantangan-tantangan ini membuat pergerakan berhadapan dengan krisis universal yang menjamur di mana-mana dan kompleksitas yang tinggi yang mempersempit ruang geraknya. Dan melakukan evaluasi adalah bukti kesadaran terhadap karakter pergerakan, misi substansial, peranan reformatif dan perubahan yang dibebankan.  Menurut hemat saya bahwa evaluasi parsial terhadap kesalahan-kesalahan politis yang dilakukan oleh pergerakan politis dan reformatif serta mengakuinya dalam kerangka yang terbatas bukanlah hal yang seharusnya dilakukan. Yang semestinya dilakukan adalah evaluasi serius untuk meraih aspek politis dan da'awi pada tataran yang komprehensif dan universal, serta penjelasan skala kapabalitas pergerakan untuk memberikan respons terhadap berbagai tantangan dengan segala perubahan yang ada yang inheren pada setiap waktu.
B.      INDIKASI KEMUNDURAN
Secara global mungkin indikasi substansial kemunduran pergerakan Islam dapat dilihat dari interaksi pergerakan Islam secara teknis dengan sejumlah tantangan-tantangan yang dihadapi. Hal ini menjadikan sebagian peranan serta determinasi reformatif dan perubahan dewasa ini paling tidak menjadi sasaran tanda tanya. Dan di atas segalanya yaitu proses yang berhubungan dengan pengambilan keputusan yang strategis. Maka eksperimentasi empiris dalam aktualisasi politik Islam yang dilakukan oleh sebagian jama'ah dan organisasi pergerakan untuk dapat mencapai tampuk kekuasan seperti di Iran, Afghanistan dan Sudan benar-benar menghadapi tantangan yang hakiki, bila tidak berakhir dengan kegagalan yang variatif. Dan begitu juga halnya pengalaman aktualisasi politik dengan berpartisipasi dalam kekuasaan eksekutif dan legislatif dengan proses-proses pemilihan umum dan partisipasi parlementer di berbagai negara seperti Turki, Jordan, Yaman, Kuwait dan Mesir. Tentu diskursus ini di luar persoalan Pakistan dan negara-negara Asia Tenggara yang merupakan persoalan lain karena yang terjadi adalah baik itu pengulangan sejarah atau gerak jalan di tempat atau kemunduran yang ril. Dan kita berasumsi bahwa apa yang dicermati oleh analis yang mengikuti fenomena konteks ini dari indikasi-indikasi yang ada ternyata menguatkan apa yang kita simpulkan. Sebagaimana aktifitas-aktifitas politik kekerasan dan perseteruan yang diasumsi oleh sebagian aliran sebagai instrumen untuk mencapai perubahan politis ternyata berujung di muara yang buntu. Dan ini yang mendorong beberapa pimpinan pucuknya untuk menghentikan langkah konfrontatif ini dan mundur teratur ke belakang.  Jaminan Objektifitas :  Penulis tahu bahwa ia mengarungi satu persoalan yang benar-benar pelik dan sensitive. Sebagian orang memandang bahwa untuk tidak menyentuh domain ini akan lebih baik. Atau paling tidak kita tidak layak untuk membeberkannya di lembaran-lembaran media massa karena berbagai pertimbangan. Kendati demikian penulis menghargai sebagian pendapat tersebut, namun yang penulis melihat hal sebaliknya. Semua yang dituntut saat membeberkan persoalan sensitive ini adalah amanah dan objektifitas yang mungkin ada dalam dua garansi :  Pertama : Garansi akhlak yang terwujud di saat studi ini menyentuh fenomena yang dicermati secara langsung dan dialami secara ril.  Kedua : Garansi keilmiahan yang terwujud di saat seorang pengamat punya spesialisasi akan fenomena tersebut. Hal ini merupakan sesuatu yang memungkinkannya untuk memperoleh kajian ilmiah dan objektif. Dan tulisannya tidak hanya sekedar hobi atau kesenangan tapi memang spesialisasinya.  Kendati studi itu memiliki bukti-bukti dan indikator-indikator permanen persoalan secara mendetil, ia juga punya perhatian serius dengan identifikasi dan diagnosa penyakit secara umum yang menjangkit wilayah dan saraf-saraf sensitive di badan. Tentu dengan tanpa mendetilkan suatu upaya yang menyentuh dimensi-dimensi tantangan. Dengan maksud supaya pergerakan dapat menghadapinya dengan kiat-kiat dan strategi baru bila memang menghendaki eksistensinya yang hakiki.  Karakteristik Pergerakan Islam :  Kita tidak perlu untuk masuk dalam perdebatan terminologis sekitar definisi fenomena ini. Karena hal ini akan kita ketahui secara praktis dan procedural dengan pembedaan antara tiga level yaitu dakwah, pergerakan dan reorganisasi (tandhim) yang saling terkait satu sama lain. Maka dakwah secara fundamental merupakan kewajiban setiap individu muslim untuk mengaktualisasi diri secara verbal dan praktis. Hal ini akan bermetamorfosis menjadi pergerakan dan aliran di saat berpindahnya (kewajiban dakwah) dari kemantapan dan keyakinan individual menjadi perilaku kolektif (jama'i). Dan ini yang kita sebut dengan ekspresi sosiologis pergerakan atau al jasad al ijtima'I yaitu kontrol naluri keagamaan (ar rashid al mutadayyin) yang fitri yang dianggap sebagai domain dinamis yang akan melahirkan pergerakan pada fasenya yang ketiga. Yaitu fase yang muncul sebagai entitas ril di saat pergerakan ini berusaha menyatukan dakwah dalam frame negara dan sistim politik. Kemudian Pergerakan Islam menjelma menjadi jama'ah-jama'ah dan tandhim-tandhim Islamiah yang memediasi aspirasi politik pergerakan massal dan social. Jadi Pergerakan Islam (al harakah al Islamiah) adalah arus massif dan sosiologis yang bertolak dari konsepsi tertentu dan definitive terhadap Islam sebagai suatu pergerakan dakwah. Dan pergerakan ini menghendaki konsepsi dan definisi Islam tersebut untuk dimanifestasikan atau disatukan dalam negara dan system politik tertentu, paling tidak pada periode pertama. Hal ini dilakukan dengan instrumen dan media yang bervariasi yang dianggap dari kaca mata Islam, legal dan sah.  Pada tahap berikutnya, kita tidak maksudkan satu pergerakan atau jama'ah tertentu, namun kita yakini bahwa analisa ilmiah terhadap tantangan-tantangan tertentu berlaku untuk semua dengan sesuai dengan konsepsi pergerakan Islam yang telah kita definisikan di atas.
 
C.     TANTANGAN DAN RESPONS
Problem mendasar yang dihadapi oleh persoalan ini yaitu sekitar definisi karakteristik relasi dan orientasi-orientasinya antara tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pergerakan Islam. Yaitu tantangan yang menghalangi potensi politis-reformatif di satu sisi. Dan pada sisi lain yaitu tingkatan respons-respons yang ditawarkan oleh pergerakan dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Untuk menjawab persoalan ini mungkin dapat diperjelas dengan empat variable berikut ini :  Pertama : Mengidentifikasi tabiat dan karakteristik tantangan yang dihadapi sekarang serta tingkatan-tingkatannya.  Kedua : Memahami pengalaman historis (al khibrah at tarikhiyyah) dalam konteks tabiat perubahan dan reformasi di dalam pergerakan politis dan sosiologis yang variatif.  Ketiga : Memahami tabiat konflik yang dihadapi oleh pergerakan dan mencari tahu cara menetralisirnya .  Keempat : Mendefinisikan skup respons-respons yang ditawarkan oleh pergerakan terhadap tantangan yang ada.  Sebelum lebih jauh, di sini kita beberkan analisa akan tantangan-tantangan ril yang dihadapi.
II. Tantangan-tantangan Mendasar yang Dihadapi oleh Pergerakan  
Tantangan-tantangan ini muncul dari tiga tingkatan interaktif dengan satu catatan bahwa sebagian tantangan yang dihadapi oleh pergerakan Islam juga dihadapi oleh institusi-institusi lain. Tantangan yang dihadapi sebenarnya menegaskan persoalan identitas dan keistimewaan cultural dari peradaban yang mapan : 
  1. Konstelasi Internasional dan Regional
Tantangan-tantangan yang muncul dari konstelasi global, regional dan structural. Hal ini mungkin digeneralisir dalam empat tantangan primer sebagai berikut :
1-       Tantangan Hegemoni Amerika dan Barat
Tantangan ini menjadi jelas dan visible dengan didasari oleh pendapat mayoritas para analis bahwa sebagian besar keputusan strategis Arab dan Islam dalam berbagai persoalan masa depan dan yang paling mendasar (seperti konflik dengan negara Israel) ditentukan oleh Amerika Serikat. Begitu juga halnya dengan file pergerakan Islam dan strategi berinteraksi dengannya dianggap sebagai salah satu dari folder esensial dan merupakan salah satu hal yang signifikan dari relasi sebagian besar pemerintahan Arab dan Islam dengan AS. Pergerakan Islam diasumsi secara global sebagai tantangan yang paling potensial bagi hegemoni dan maslahat-maslahat AS di dunia Arab dan Islam. Maka apakah pergerakan Islam punya visi bagaimana berinteraksi dengan tantangan yang eksis dan merongrong ini. Karena hal tersebut pada sebagian wilayah bukan merupakan factor eksternal yang datang dari AS dan Barat secara langsung. Namun hal tersebut membentuk sebagian besar kebijakan dalam negeri menjadi sangat antagonistic dengan pergerakan? 
2-     Penyelesaian konflik dengan Entitas Zionis
Entitas Zionis memiliki persepsi dan strategi permanen dalam berinteraksi dengan berbagai persoalan regional. Zionis mengtahui secara jelas bahwa musuhnya yang hakiki adalah pergerakan Islam yang punya ekstensibilitas missal. Artinya pergerakan Islam tidak dibatasi oleh sekat-sekat kebangsaan. Dan bagi mereka yang mencermati rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan oleh perundingan tingkat tinggi di Sharm as Syeikh (tempat perundingan damai Palestina-Israel di Mesir) dan apa yang ditulis oleh Menteri Luar Negeri, Shimon Peres, akan mendapatkan hal ini dengan jelas. Entitas ini mengidentifikasi pergerakan Islam dengan terorisme dan fundamentalisme yang menjadi "musuh kolektif Israel dan penguasa-penguasa regional." Dan dalam konteks ini, mungkin dapat kita saksikan bersama sikap politik dan perlakuan yang diambil oleh Otoritas Palestina terhadap dua pergerakan Hamas dan al Jihad al Islami. Yaitu kebijakan yang diimplementasi dengan apa yang disebut dengan koordinasi keamanan antara Otoritas Palestina dan Israel. Maka apakah pergerakan Islam secara keseluruhan bahkan pergerakan-pergerakan yang memilih resistensi, punya visi masa depan persoalan yang dihadapi secara jelas? Yakni visi yang jelas dalam kerangka keseimbangan realitas dan prinsip-prinsip yang dijadikan landasan serta metodologi aktualisasi yang penuh komitmen. 
3-     Relasi Pergerakan dengan Pemerintah
Sebagian besar pemerintahan setempat—dengan tingkatan yang berbeda-beda—merupakan batu sandungan paling besar dan "musuh utama" bagi derap langkah pergerakan Islam kontemporer. Maka eksistensi pergerakan secara sosiologis dan politis bergerak antara "illegal" dan "legal bersyarat". Dan aparat keamanan kerap dijadikan sebagai instrumen-interaktif dalam melemahkan efektifas pergerakan dengan cara penangkapan, isolasi, aborsi dan memandulkannya. Sebagian orang mengatakan bahwa pergerakan mengambil keputusan berpartisipasi secara politis dapat dikatakan sebagai opsi strategis. Dan bila itu benar adanya, maka apakah pergerakan akan berhenti untuk mengevaluasi proporsi keseriusan opsinya ini untuk mencapai tujuan-tujuan strategis dan merealisasikannya demi perubahan yang dicita-citakan? Atau partisipasi tadi berubah menjadi instrumen untuk mewujudkan kondisi kondusif dan pergerakan berubah menjadi sekedar nomor urut yang mudah diingat dalam konstelasi keseimbangan politik dalam negeri?
4-     Tantangan intelektual, informatif dan politis arus globalisasi
               Mode, fashion dan hal-hal yang berbau Amerika (McDonald, KFC, Coca-Cola dan lain-lain ) adalah sebagian dari fenomena globalisasi. Globalisasi merupakan antitesa konsep "al 'Alamiyah" (mendunia) yang menjadi salah satu prinsip pergerakan Islam. Dan di antara implikasinya adalah mencuatnya logika minoritas etnis dan agama, di samping proses erosi identitas dan nasionalitas. Hal ini merupakan tantangan dalam bentuk lain yang dihadapi oleh pergerakan yang membutuhkan respons definitif dan segera.  Revolusi transportasi memberikan tantangan yang konsen dengan "kualitas informasi", potensi untuk menguasainya atau memonopolinya. Begitu juga halnya dengan esensi informasi, siapa yang menentukan, menguasainya dan seterusnya.  Apakah pergerakan Islam punya visi definitif dan jelas dalam beriteraksi dengan logika globalisasi yang banyak membawa tantangan, bukan saja bagi dirinya tapi juga bagi masyarakat. Yakni tantangan bagi penyediaan lowongan kerja, perkembangan politik dan hal-hal yang non-politis lainnya. 
A.      Konteks Sosial
                 Tantangan-tantangan yang datang dari konteks sosial yang menjadi tempat bergumulnya pergerakan mungkin dapat dibagi dalam 4 bagian : 
1-      Popularitas Pergerakan Islam
Hingga saat ini, belum ada kepastian ilmiah yang membahas proporsi kepuasan sektor opini publik umat Islam terhadap pergerakan-pergerakan Islam. Yaitu kepuasan pada institusinya dan alternatif-alternatif yang ditawarkan sebagai solusi persoalan-persoalan umat kontemporer serta memenuhi kebutuhan publik. Atau pergerakan dapat menjadi solusi alternatif bagi reformasi dan perubahan. Dan hingga sekarang indikasi-indikasi yang ada dalam konteks ini dari proses pemilu-pemilu yang ada mensinyalir bahwa yang terbaik yang diperoleh oleh pergerakan Islam berkisar dari 20-25% dari suara umat. Tentu kita tidak terpaku dan bersandar pada kebenaran yang dihasilkan oleh pemilu sebagai indikator dan barometer kebenaran yang hakiki, karena kemungkinan adanya penyimpangan dan pemalsuan sistematis. Kendati demikian, hal ini masih dapat dijadikan ukuran minimal pada level sosial masyarakat hingga kini. Yang penting, sesungguhnya reformasi dan perubahan tidak akan terwujud bila masyarakat hanya diberi perhatian dan simpati belaka. Sebagaimana spekulasi sikap-sikap permanen terhadap opini publik merupakan hal yang membutuhkan argumen dan dalil ilmiah. Maka sampai di mana pergerakan Islam ini mampu mencermati skala popularitasnya kini? Apakah ia merupakan kekuatan popular yang hakiki atau hanya sebatas kekuatan dari aspek organisasi dan kedisiplinan saja? Dan apakah mayoritas diam (al aghlabiyah as shomitah) atau golongan yang termarjinalkan juga perlu untuk bergabung dengan pergerakan Islam? Dan apakah simpati politis dalam pemilu bermakna suatu sikap politik yang secara serta merta mendukung pergerakan atau bisa diartikan sebagai wujud kebencian pada pihak yang lain dan bukan berarti kecintaan pada pergerakan itu sendiri? Apakah pergerakan Islam punya jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan di atas? 
2-     Elite Pergerakan
Pergerakan Islam merupakan kekuatan sosial terorganisir dengan derajat perbedaan yang bervariasi. Namun pergerakan dilihat dari sisi "jumlah dan kondisi ril" masih dianggap sebagai elite yang terkonsentrasi pada strata-strata sosial dan kelompok masyarakat dan kalangan intelektual tertentu saja. Dan kelompok-kelompok sosial ini memiliki karakteristik, spesialisasi dan kapabalitas masing-masing dalam mewujudkan perubahan. Adapun dari sisi probabilitas dan efektifitas perubahan pada sektor-sektor sosial serta proyek-proyek yang lebih luas dapat dikuasai dan direalisir, namun hal itu dapat saja kompetitif atau sebaliknya bertolak belakang dengan pergerakan itu sendiri. Semua ini dapat disimpulkan bahwa secara global pergerakan mengalami kelemahan yang tidak memungkinkannya untuk merespon tuntutan yang seharusnya ia lakukan. Maka apakah pergerakan Islam mengevaluasi studi-studi seperti ini yang menganalisa dasar-dasar sosiologis suatu pergerakan dan kepemimpinannya. Dari sini akan dapat mempelajari potensi-potensi perubahan yang mungkin dapat dilakukan dan kemampuannya untuk merespon perubahan-perubahan yang ada dalam langkah-langkah politis yang diambil? Apakah pergerakan Islam berupaya untuk keluar dari lingkaran elite untuk menjadi pergerakan massa yang popular? 
3-     Bagian dari Proyek
Modernisasi Negara Westernis :  Tantangan ini diasumsi sebagai bagian dari tabiat dan alam yang berbeda, di mana pergerakan dipandang sebagai bagian "pinggiran" dari struktur "negara modern" dan kelompok elitenya. Kendati posisinya yang marginal, pergerakan ini selalu saja diposisikan sebagai elemen yang berseberangan dan beroposisi dengan negara. Pergerakan Islam tidak bertunas dan tumbuh di dalam institusi-institusi negara yang alami atau sesuatu yang dapat dianggap sebagai perpanjangan tangannya seperti bangunan masjid-masjid, wakaf-wakaf, universitas agama yang tradisional yang menjadi simbol pemikiran Islam konvensional. Sesungguhnya ia eksis dalam sektor dan struktur modern dari institusi-institusi negara yang modern pula. Bagi mereka yang berargumentasi ini mengatakan bahwa struktur modern dan institusi negara telah mengalami kerenggangan (aversi) fondasi bangsa. Maka apakah pergerakan Islam memiliki konsepsi dan visi untuk terus membaur dengan insitusi-institusi fundamental umat dan sejauh mana konsepsi ini dapat diaktualisasi secara ril ? 
4-     Leadership dalam Masyarakat
Pergerakan Islam tampil sebagai ujung tombak reformasi dan perubahan sosial masyarakat sesuai dengan slogan-slogan public yang sering di kumandangkan. Respon masyarakat Arab dan Islam bervariasi dalam dealektikanya dengan eksistensi pergerakan ini. Fenomena pergerakan Islam bermula mengkristal pada dua decade terakhir yang mencoba berpartisipasi sosial—walau hanya parsial—dan berjuang dalam masyarakat. Namun eksperimentasi ini belum berhasil mengedepankan sampel-sampel perubahan dan reformasi yang ril dan hakiki (dengan tidak berusaha untuk membeberkan sebab-sebab dan terkadang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pergerakan ini). Dan bahkan kondisi-kondisi yang ditawarkan dengan asumsi sebagai percontohan bagi suksesnya pergerakan Islam pada tataran negara seperti di Afghanistan, Sudan dan Iran belum dapat dianggap sebagai sample yang sebenarnya. Maka perselisihan, konflik dan kemunduran dewasa ini yang dialami oleh pergerakan di negara-negara di atas tidaklah perlu untuk dijelaskan dan dielaborasi secara mendetil di sini. Bagi pergerakan Islam, maka skala keberhasilan partisipasi politik dari aspek reformasi dan perubahan masih terlalu lemah dan jauh dari dari harapan. Maka apakah pergerakan Islam terus mengkaji dan menganalisa sebab-sebab kemunduran peranan vitalnya ini? Apakah sebab-sebab kegagalan yang dialami dalam perjalanannya terus dicarikan solusinya?

A.       Tujuh Tantangan Internal Pergerakan
Tantangan yang lahir dari dalam pergerakan Islam dapat disimpulkan dalam tujuh variable pokok berikut ini yaitu : 
1-      Visi dan proyek
Pergerakan Islam dalam berinteraksi dengan pemerintahan dan masyarakat serta proyek politis reformatifnya atau yang bersifat perubahan (taghyiri), memerlukan visi yang sistematis, jelas dan definitif. Dalam konteks ini mungkin secara ilmiah dapat dibedakan antara dua hal :
 Pertama : Di satu sisi, aksi reformasi dan taghyiri, dan di sisi yang lain : visi yang bijak, definitive dan sistematis bagi orientasi perjalanan masa depan. Seorang analis yang mumpuni tidak mungkin akan mengingkari bahwa di sana ada aksi-aksi cultural, reformatif dan politis yang telah dilakukan oleh pergerakan Islam. Namun persoalannya bahwa banyak hal tersebut yang tidak bersumber dari visi definitif yang pada giliran berikutnya tidak tepat sasaran. Bahkan kealfaan ini membuat energi-energi yang telah dikeluarkan tersalurkan pada hal-hal yang bertolak belakang dengan proyek makro pergerakan dan menjustifikasi kebijakan-kebijakan yang berseberangan dengannya.
Kedua : Pemilahan antara proyek politis yang integral di satu sisi dan agenda pemilu yang diikuti oleh pergerakan di sebagian besar wilayah, sebagai wujud dari aktualisasi peran politis di sisi yang lain. Maka dengan demikian, pergerakan Islam harus mengakui bahwa ia belum mengedepankan proyek politis yang integral bagi reformasi dan perubahan, baik pada level regional maupun internasional. Tentu saja di sana terdapat justifikasi hal di atas yang sebagiannya dapat diterima. Namun hal ini bukan berarti bahwa pergerakan tidak memiliki konsepsi umum tentang visi politis yang sebagian besar bersandar pada warisan (turats) pergerakan yang perlu untuk direvisi. Konklusinya bahwa pergerakan Islam secara global belum meletakkan proyek reformasi dan perubahan politis dengan bahasa yang lebih definitive, jelas dan dapat merespon tantangan-tantangan yang dihadapinya dewasa ini. 
2-     Leadership
Sebagian besar kepemimpinan pergerakan Islam dewasa ini tidak keluar dari kriteria system kepemimpinan yang sudah umum dalam pergerakan, di mana kepemimpinan dan system tersebut punya features kolektif. Tapi sekarang ini ada krisis yang muncul yaitu pertama, apa yang berhubungan dengan legalitas seseorang bila sampai di pucuk kepemimpinan. Kedua, pada sisi lain dengan kelayakan untuk terus berada di kepemimpinan. Ketiga legalitas prestasi yang diwujudkan dan kapabalitas realisasi peran yang dimainkannya. Tidak ada cara-cara tertentu yang jelas yang berbicara tentang kepemimpinan. Sebagaimana bahwa sebagian besar kepemimpinan berafiliasi kepada generasi pertama dan belum berpindah ke generasi lain sehingga dapat menguji skala institusionalitas pergerakan. Juga bahwa sebagian besar kepemimpinan yang sampai ke puncak posisinya dengan cara yang tidak jelas wujud syuro-nya yang hakiki. Kemudian ada skeptisime yang muncul dari perubahan forma "al qiyadah" (leadership/kepemimpinan) ke "ar riaasah" (presidency/kepresidenan). Kemudian dari legalitas yang berdasar pada "pengalaman historis" ke legalitas yang erat hubungannya dengan "prestasi ril" serta komitmen pada strukturisasi institusi syuro yang hakiki. 
3-     Tantangan Penataan Ulang dan Administratif :
Ini adalah tantangan yang berbicara tentang krisis yang disebabkan oleh berbagai faktor ril—yang mana bukan waktunya untuk menganalisanya secara mendalam di sini. Tantangan ini adalah krisis yang punya standar plural di mana esensinya adalah perubahan pergerakan menjadi sesuatu hal yang administratif organisatoris, yaitu kondisi di mana aspek tandhimi menguasai seluruh aspek prinsipil lain. Tantangan re-organisasi dan administrative ini sangatlah substansial, karena "faktor re-organisasi (tandhimi) dan administratif merupakan instrumen yang menerjemahkan proyek yang telah dicanangkan dengan aksi ril gerakan pada alam realita yang sebenarnya. 
4-     Kontroversi Metoda reformasi dan perubahan
Fenomena yang muncul di tengah berbagai generasi adalah alami yang dikenal oleh setiap masyarakat dan kelompok sosial masing-masing. Dan tentu saja bahwa pergerakan Islam merupakan bagian dari fenomena arus sosiologis. Namun krisis di sini tidak ada hubungannya dengan eksistensi generasi dari non-eksistensinya, tapi dengan karakteristik hubungan yang terjalin sesama. Pergerakan Islam diasumsi sebagai pergerakan yang berkesinambungan dan lintas generasi. Pergerakan memungkinkan kita secara minimal berbicara tentang berbagai generasi dalam struktur yang ada yang berbeda dari satu daerah ke daerah yang lain. Persoalannya di sini tidak ada hubungannya dengan eksistensi konflik antar generasi (shora' jaili) dan soal kepemimpinan dalam pergerakan. Namun persoalan yang sebenarnya tersirat adalah bahwa generasi-generasi kini memikul hal yang sangat esensial bagi masa depan pergerakan itu sendiri. Yaitu persoalan konsepsi dan persepsi yang variatif dan opini yang kontradiktif serta yang tidak terkoordinasi dengan baik tentang features reformasi dan perubahan itu sendiri. Sebagaimana pergerakan juga membawa berbagai opini yang bervariasi tentang tabiat konflik dan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pergerakan, dan pada tahap berikutnya metoda berinteraksi dengannya serta cara meresponsnya. Dan berbagai latarbelakang aliran dan jama'ah eksis dalam pergerakan tertentu yang terkadang bisa saja berbenturan satu sama lain pada masa-masa tertentu. Dan tantangan ini terkadang mereda di saat ada tekanan dan tantangan eksternal yang dihadapi oleh harakah (pergerakan) itu sendiri. Bagaimanapun juga hal ini tetap eksis dan mungkin akan mencuat ke permukaan pada saat-saat tertentu dan meledak dalam bentuk-bentuk tententu pula. 
5-     Kemerosotan Kualitas dan Standar Kehandalan Generasi Baru
Generasi-generasi yang direkrut atau di-tajnid pada tahun-tahun dekade terakhir secara khusus, mengalami—menurut berbagai indikator—problema yang tidak saja dalam bentuk kemerosotan kuantitatif yang transparan, tapi pada persoalan kualitatif dan standar keanggotaan yang baru. Hal yang terakhir ini mengalami kemunduran dan kemerosotan yang bisa jadi datang dari ketidakjelasan prinsip-prinsip rekrutmen, tidak adanya pengembangan program tarbawi, aktifitas-aktifitas dan keharmonisan agenda satu dengan yang lain. Dan begitu juga dengan ketidak efektifan bentuk-bentuk re-organisasi yang menjadi tempat aktualisasi berbagai program dan aktifitas di atas secara praktis. Hal-hal ini tentunya perlu untuk dievaluasi dan diperbaharui secara serius. Dan terutama sekali bahwa konteks sosiologis di sebagian besar masyarakat Arab dan Islam bergerak menuju ke arah dekadensi secara umum. 
6-      Menghormati Spesialisasi
Dalam literature pergerakan Islam terlihat bahwa ia sangat menghargai spesialisasi, namun pada tingkat realisasi bahkan dalam aktifitas yang dianggap secara dhahir perlu spesialisasi ternyata tidak dilakukan. Karena kebanyakan persoalan dikuasai oleh akal (logika) prosedural dan birokratis.  7- Kepemimpinan Konseptual Referensial :  Pergerakan Islam dewasa ini bila dibandingkan dengan generasi pemegang pucuk kepemimpinan (sekarang ini) mengalami kemunduran makro pada level intelektual dan referensial. Hal ini dikemukakan oleh sebagian orang bahwa pergerakan sekarang ini menjadi "jasad yang besar dan berkepala kecil". Dan bila dicermati dengan seksama bahwa zaman referensi indidual (al marji'iyah al fardiyah) unggulan sudah berlalu, maka pergerakan reformasi dan perubahan berpindah ke institusi dan pusat-pusat studi dan analisa masa depan. Dan hal ini belum dikenal oleh pergerakan, dan eksperimentasi yang telah diupayakan belum dapat mengokohkan keunggulannya atau kapabalitasnya untuk tetap persisten dan langgeng, apalagi untuk berkarya dan berkreasi.  Sungguh ini merupakan contoh tantangan-tantangan yang dilemparkan ke hadapan pergerakan Islam. Dan kita sengaja persingkat penjelasan di atas karena hal ini adalah mukadimah untuk dapat menganalisa sebab-sebabnya pada bagian lain, karena hal ini merupakan persoalan yang sangat dinamis.  * Diterjemah oleh Ahmad Dumyathi Bashori , staff COMES (Center For Middle East Studies) Foundation , dari majalah al Mujtama' No.1455, 16/6/2001.      

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites